Saturday, April 18, 2009

Resep Cespleng Menulis Buku Best Seller

Oleh Muhidin M Dahlan

Resep Cespleng Menulis Buku Best Seller
Penulis: Edy Zeqeus
Penerbit: Gradien Books (2005: 183 hlm)


Dalam buku tipis Tawa Show di Pesantren yang dikompilasi Akhmad Fikri AF (LKiS, 1999: 87), terdapat sebiji kisah Kiai Bisri Musthafa, seorang kiai yang sangat produktif mengarang atau menerjemahkan kitab kuning. Hampir semua kitab yang dtulisnya menjadi kitab laris. Nah, suatu hari seorang kiai dari Tuban, yang juga pengarang dan cukup produktif, datang ke Kiai Bisri. Beliau setengah mengeluh bahwa karya-karyanya tidak selaris kitab Kiai Bisri. “Padahal saya mengarang kitab ini benar-benar ikhlas, hanya karena Allah,” kata kiai itu menjelaskan motivasinya. Kiai Bisri menimpali, “Kalau niatnya ikhlas, yang nggak usah mengeluh kalau kitab sampeyan tidak laku. Niat saya mengarang kitab ini memang untuk mencari uang. Jadi wajar to, kalau laris.”

Niat itu memang penting. Tapi niat saja tak cukup bagi orang kebanyakan. Kalau Kiai Bisri barangkali bisa dimaklumi. Maklum beliau adalah kiai—dan gus pula. Tapi bagi kebanyakan orang kantoran yang sibuk memulung uang setiap hari di gedung-gedung bertingkat dengan seabrek aktivitasnya yang menekan batin, pastilah sukar sekali mendapatkan karomah dari langit yang abstrak-abstrak. Dan “niat” itu masuk dalam ranah yang abstrak. Jadi diperlukan sebuah trik tertentu.

Nah buku yang ditulis Edy Zaques ini mencoba memberi resep yang sepertinya mudah dilakukan. Edy adalah salah satu penulis fast book yang namanya diperhitungkan, khususnya soal manajemen dan pembelajaran dan sekaligus ia juga pemilik penerbitan. Jadi latar itu bisa menjadi sangu buat Anda percaya bahwa ia tak sedang ngapusi Anda. Karena banyak yang menulis buku-buku “how to” alias “ripun” alias “panduan”, tapi si penulis sendiri selalu gagal melakukan apa yang ada dalam bukunya. Misalnya, ada beberapa yang menulis buku bagaimana menembus tes masuk pegawai negeri, padahal si penulis sudah berkali-kali mencoba ikut tes tapi tak diterima-terima juga.

Edy Zaques tampaknya bukan penulis begituan. Antara fakta pribadinya dan buku yang ditulisnya tak bertabrakan. Ada 17 esai yang dimuat buku ini. Ditulis pendek-pendek. Dibuka dengan esai pendek “Menulis Buku Best Seller Itu Gampang Kok”. Saya kira ini pernyataan kecap. Buktinya, hanya segelintir penulis yang bukunya best seller. Yang lainnya anjlok. Artinya, menulis buku best seller itu susah. Tapi ini juga tips agar buku bisa best seller: jago ngecap sejak dari judul.

Beberapa judul ngecap dan nendang Edy sebutkan jenisnya: UNIK (Dialog dengan Jin, Orang Miskin Dilarang Sekolah, Kampus Fresh Chicken); SENSASIONAL/BOMBASTIS/ABSURD (Jangan Main-Main dengan Kelaminmu, Kaya tanpa Bekerja, Wajah Sebuah Vagina, Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur); KONTROVERSIAL (Rapor Merah Aa Gym, Kalau Mau Kaya Ngapain Sekolah!, Selingkuh Itu Indah, Ternyata Akhirat Tidak Kekal); RAHASIA (Jakarta Undercover, Sex in the Kost); dan MENJAWAB PERSOALAN (Bagaimana Memikat Gadis dan Berkencan Efektif, Agar Menjual Bisa Gampang)

Tapi ada hukum besi yang berlaku. Ngecap yang kosong alias omdo (omong doang) akan mendapatkan hukuman besat dari pembaca untuk buku penulis itu selanjutnya. Karena itu, kepercayaan pembaca mesti dijaga dengan kualitas yang setimpal. Tapi kualitas yang dimaksud bukan kemudian harus ilmiah, penuh diksi rumit. Inginnya terlihat seperti cerdas sekali, tahu-tahunya sebetulnya itu trik untuk menutupi bahwa ia juga tak mengerti apa yang ditulisnya.

Jadi untuk bisa membuat buku best seller, tulis Edy, selain judul yang nendang dan ngecap, diperlukan kecakapan standar lain, seperti tahu teknik-teknik yang paling efektif untuk menulis buku, mau menyisihkan waktu dan disiplin menulis, peka atas topik yang dibutuhkan dan diminati masyarakat, dan yang lebih penting lagi adalah memiliki sense of marketing.

Ada penulis yang hanya menulis untuk menulis. Tak peduli masa depan pasar buku itu nantinya. Apa sah? Sah! Tapi biasanya sangat kebetulan saja bila tiba-tiba bukunya meledak tak terkendali. Namun kebanyakan penulis yang bukunya best seller sangat sadar dengan penetrasi pasar. Tapi jangan diartikan ”pasar” di sini sekadar uang dan uang, tapi insting menulis yang mempertimbangkan lapisan pembaca apa yang menerima buku itu. Gagal menemukan rumusan itu, besar kemungkinan buku itu akan menjadi penghuni gudang abadi atau kotak obral saban 17 Agustus atau pesta Book Fair.

Lumayanlah buku ini membantu mempertajam insting pasar itu. Juga memberi banyak contoh bagaimana mendorong motivasi menulis yang tiada terhenti agar nama menjadi brand yang laku untuk dijual. Dan brand biasanya terbangun oleh rutin dan terencananya kita mengeluarkan buku-buku terbaru. Tak perlu terlalu serius, tapi punya kekhasan dan daya tawar untuk dibaca.

Tapi buku ini tampaknya dipersembahkan Edy buat orang sibuk dan bekerja di kota-kota besar yang menyita banyak waktu luang. Ulasan yang pendek-pendek, jenis-jenis buku yang dijadikan acuan, bahasa yang ringan, dan jumlah halaman yang tipis, cukup menjadi alasan untuk itu. Makanya, bagi peminat buku serius, buku ini tak lebih semacam snack. Gurih, renyah. Tak mengenyangkan, tapi selalu dicari. Karena hidup tak melulu 4 sehat 5 sempurna, bukan? Snack juga perlu.

2 comments:

Di balik blog ini..... said...

Mas Muhidin, terima kasih resensinya. Ini resensi buku RCMBB yg paling saya suka. Gaya bahasanya nyastra banget hehehe.. Sukses Mas. Mohon ijin sekalian jika sewaktu2 saya share resensi ini. Thanks, salam hangat.
ez

Lois said...

Sangat tajam dan menarik.
Resensi buku seperti ini yang diperlukan di negeri yang mulai bangkit untuk membaca.
Salam menulis

Louis Terapis anak tuna rungu dan autis
0812 678 09 681